banjirterjadi di daerah Jakarta yang dialiri sungai Ciliwung, banjir yang terjadi di daerah Jakarta, tersebut disebabkan debit air Ciliwung meningkat, terjadi pendangkalan dan banyak sampah dialiran sungai Ciliwung, Lahan disekitar Ciliwung sebagian besar kedap air. Kondisi ini dalam geografi termasuk pendekatan? berikan alasannya!Fenomena banjir di DKI Jakarta bukanlah suatu hal yang baru terjadi akhir-akhir ini, melainkan sudah menjadi agenda tahunan ketika musim hujan tiba. Bahkan secara historis kejadian banjir sudah akrab di DKI Jakarta sejak zaman Kerajaan Tarumanegara, hal itu tertulis pada Prasasti Tugu yang menyebutkan adanya banjir dan penanggulangannya di DKI Jakarta pada abad kelima Masehi[1]. Enam kejadian banjir terbesar yang melanda DKI Jakarta adalah pada Januari sampai dengan Februari 1918, Januari 1979, Februari 1996, Februari 2007, Januari sampai dengan Februari 2013 dan Januari sampai dengan Februari 2020 [2]. Secara geologis, DKI Jakarta merupakan daerah cekungan dan tanahnya perlahan mengalami penurunan akibat pengambilan air tanah secara besar-besaran oleh masyarakat sehingga sungai yang bermuara di Teluk Jakarta tidak bisa mengalir lancar ke laut. Secara geomorfologi, DKI Jakarta merupakan dataran banjir yang terbentuk akibat proses sedimentasi ketika terjadi banjir. Selain itu, keberadaan 13 aliran sungai dari hulu yang melintasi provinsi ini menjadi akses bagi aliran air yang bersumber dari wilayah hulu untuk masuk ke wilayah DKI Jakarta [3]. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa pada hakikatnya secara historis dan topografis wilayah DKI Jakarta merupakan daerah rawan banjir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang menjadi pemicu banjir paling dominan di DKI Jakarta adalah curah hujan ekstrem [4]. Pada Januari 2020, DKI Jakarta mengalami curah hujan terbesar dalam sejarah pencatatan rekor hujan dalam 150 tahun terakhir, yaitu diatas 300 milimeter perhari sehingga menyebabkan banjir di berbagai wilayah. BMKG menyatakan bahwa musim hujan pada 2020/2021 dimulai pada Oktober 2020 dengan puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari sampai dengan Februari 2021 [5]. Pada rentang waktu tersebut, tidak menutup kemungkinan DKI Jakarta akan mengalami curah hujan ekstrem dan terjadi banjir. Terdapat tantangan tambahan yang dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam menghadapi banjir pada 2020/2021 ini, yaitu banjir akan terjadi bersamaan dengan pandemi Covid-19. Setelah pengumuman kasus Covid-19 pertama di DKI Jakarta pada Maret 2020, jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 meningkat secara signifikan dan DKI Jakarta dikategorikan sebagai zona merah Covid-19. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana menyatakan bahwa pemerintah wajib melakukan tanggap darurat ketika terjadi bencana, salah satunya adalah menyediakan posko pengungsian untuk korban bencana banjir. Posko pengungsian biasanya dibuat secara darurat untuk menampung banyak korban dengan jarak yang berdekatan. Pada saat proses penyelamatan dan evakuasi korban pun tidak mudah untuk melakukan jaga jarak antarorang. Ancaman dapat juga disebabkan dari berbagai penyakit yang timbul pada musim penghujan seperti demam berdarah, tifus, diare, dan penyakit kulit yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga masyarakat menjadi lebih rentan terinfeksi Covid-19 [6]. Sumber Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta [7] Wilayah yang dimaksud dalam diagram wilayah rawan banjir perkecamatan di DKI Jakarta di atas menunjukkan secara keseluruhan DKI Jakarta memiliki 82 wilayah/kelurahan yang rawan banjir. Dapat dilihat dari diagram di atas bahwa Jakarta Selatan memiliki kelurahan rawan banjir terbanyak yaitu 25 wilayah/kelurahan atau sebesar 30,49%. Jumlah ini disusul oleh Jakarta Timur dengan sebanyak 23 wilayah/kelurahan atau sebesar 28,05% wilayah rawan banjir; Jakarta Barat sebanyak 17 wilayah/kelurahan atau sebesar 20,73% wilayah rawan banjir; Jakarta Utara sebanyak 15 wilayah/kelurahan atau sebesar 18,29% wilayah rawan banjir; Jakarta Pusat sebanyak 2 wilayah/kelurahan atau sebesar 2,44% wilayah rawan banjir; dan yang terakhir adalah Kepulauan Seribu yang tidak memiliki wilayah/kelurahan rawan banjir. Jakarta Selatan memiliki wilayah rawan banjir terbanyak dari wilayah lainnya di DKI Jakarta karena sebagian besar wilayahnya dilalui oleh aliran sungai—seperti Kali Baru Timur, Kali Ciliwung, Kali Baru Barat, Kali Krukut, Kali Grogol, dan Kali Pesanggrahan—kerap mendapatkan banjir kiriman dari hulu, banyak sampah di aliran sungai, dan adanya penyempitan kali oleh bangunan [8]. Kepulauan Seribu tidak memiliki wilayah rawan banjir karena tidak terdapat aliran sungai dan air hujan langsung menuju ke laut. Jakarta Pusat berada di urutan terendah rawan banjir karena wilayah yang dialiri sungai hanya pada bagian barat dayanya saja. Setiap kabupaten/kota di DKI Jakarta, kecuali Kepulauan Seribu, memiliki kecamatan rawan banjir. Lima kecamatan yang memiliki kelurahan rawan banjir tertinggi pada masing-masing kota administratifnya adalah Kecamatan Cengkareng di Jakarta Barat, Kecamatan Mampang Prapatan di Jakarta Selatan, Kecamatan Makasar di Jakarta Timur, Kecamatan Penjaringan di Jakarta Utara, dan Kecamatan Tanah Abang di Jakarta Pusat. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta [9] Diagram di atas menunjukkan terjadi peningkatan jumlah kasus Covid-19 di DKI Jakarta yang sangat signifikan dari Maret sampai dengan Desember 2020. Jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di DKI Jakarta sampai dengan Desember 2020 adalah sebanyak kasus. Kasus Covid-19 terkonfirmasi di DKI Jakarta dimulai pada Maret 2020. Pada bulan tersebut jumlah orang yang terkonfirmasi positif Covid-19 adalah sebanyak 534 kasus. Persentase penambahan kasus positif Covid-19 pada April 2020 merupakan yang terbanyak dari bulan sebelumnya, yaitu meningkat sebesar 458% atau sebanyak kasus—dari 534 kasus menjadi kasus. Lonjakan kasus pada bulan April terjadi karena kapasitas pemeriksaan real time PCR sudah ditingkatkan dengan membangun Laboratorium Satelit Covid-19. Ditambah lagi dengan aksi Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta yang juga gencar melakukan pencarian kasus baru atau active case finding [10]. Selain itu, lonjakan kasus Covid-19 yang tinggi pada bulan April juga diduga karena pada bulan tersebut masih dalam fase awal munculnya pandemi ini di DKI Jakarta dan masih tahap awal sosialisasi mengenai penyebaran dan pencegahan virus tersebut secara masif sehingga masih terdapat masyarakat yang keliru atau belum memahami penyebaran serta pencegahan Covid-19. Sementara itu, jika dilihat dari jumlah penambahan kasus Covid-19 setiap bulannya maka bulan Desember memiliki angka yang paling tinggi dari pada bulan-bulan sebelumnya di tahun 2020, yaitu kasus. Tidak menutup kemungkinan jumlah kasus Covid-19 pun akan meningkat di bulan selanjutnya dan hal itu menjadi tantangan semua pihak dalam menghadapi banjir saat terjadi puncak hujan pada Januari sampai dengan Februari 2021. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarat [9] dan Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta [11] Jakarta Timur merupakan wilayah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak dari pada wilayah lain di DKI Jakarta. Hal tersebut dapat didukung oleh jumlah penduduk di Jakarta Timur terbanyak dari pada wilayah lainnya di DKI Jakarta pada tahun 2020. Namun, bila dilihat dari persentase jumlah kasus positif Covid-19 berdasarkan jumlah penduduk di tahun 2019 maka Jakarta Timur bukan menjadi wilayah dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbanyak, melainkan berada pada posisi kedua terendah dengan persentase sebesar 0,67%. Wilayah yang paling banyak terdapat kasus positif Covid-19 berdasarkan jumlah penduduknya adalah Jakarta Pusat dengan persentase sebesar 2,88%, meskipun pada jumlah kasus positif Covid-19 berada di urutan kedua terendah. Pada Agustus 2020, Jakarta Pusat menjadi wilayah dengan kecepatan penularan Covid-19 tertinggi di DKI Jakarta. Hal itu terlihat dari angka Incidence Rate IR atau angka yang menggambarkan laju kasus baru pada populasi dan periode waktu tertentu mencapai 45,31 pada 23 Juli hingga 6 Agustus, sementara wilayah lainnya di DKI Jakarta tidak lebih dari angka 33 [12]. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta [9] Berdasarkan wilayah rawan banjir di DKI Jakarta, Jakarta Pusat memiliki jumlah wilayah rawan banjir kedua terendah dari pada wilayah lainnya. Jakarta Pusat memiliki delapan kecamatan dan hanya satu kecamatan yang rawan banjir. Sementara itu, pada jumlah kasus positif Covid-19, Jakarta Pusat menempati urutan kedua terendah dengan jumlah kasus. Meskipun demikian, presentasi kasus Covid-19 berdasarkan jumlah penduduk, Jakarta Pusat menempati urutan teratas. Dinamika kasus positif Covid-19 di Jakarta Pusat terus bertambah dengan rata-rata penambahan pada setiap bulannya adalah sebanyak kasus. Penambahan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Jakarta Pusat terbanyak terjadi di bulan Desember dengan jumlah kasus. Meskipun demikian, persentase penambahan kasus positif Covid-19 terbanyak dari bulan sebelumnya terjadi di bulan April, yaitu sebesar atau 536 kasus, dari 45 kasus di bulan Maret menjadi 581 kasus. Adapun salah satu faktor yang dapat menyebabkan tingginya kasus Covid-19 di Jakarta Pusat adalah banyaknya pemukiman padat penduduk, asrama, dan apartemen. Selain itu juga, penyebaran Covid-19 di Jakarta Pusat dapat disebabkan oleh kasus Covid-19 dari klaster perkantoran dimana terdapat 12 dari sebanyak 49 kantor di Jakarta Pusat yang ditutup karena ditemukannya kasus positif Covid-19 pada Agustus 2020 [13]. Sumber Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta [9] Kecamatan Tanah Abang memiliki wilayah rawan banjir terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lain di Jakarta Pusat. Dari delapan kelurahan yang ada di Kecamatan Tanah Abang, dua diantaranya menjadi wilayah rawan banjir, yaitu Kelurahan Karet Tengsin dan Petamburan. Diagram jumlah kasus Covid-19 di Jakarta Pusat menunjukkan Kecamatan Tanah Abang menempati urutan kedua dari delapan kecamatan di Jakarta Pusat dengan jumlah kasus. Jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 di Kecamatan Tanah Abang terus meningkat dengan rata-rata peningkatan setiap bulannya sebanyak 324 kasus. Bulan September terjadi penambahan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 terbanyak di Kecamatan Tanah Abang yaitu sejumlah 769 kasus. Meskipun demikian, persentase penambahan kasus positif Covid-19 terbanyak dari bulan sebelumnya terjadi di bulan April, yaitu sebesar atau 199 kasus, dari 5 kasus di bulan Maret menjadi 204 kasus. Berdasarkan data-data di atas, Kecamatan Tanah Abang perlu memiliki persiapan yang matang dalam menghadapi banjir 2020/2021 dari pada tahun-tahun sebelumnya agar tidak menciptakan klaster penyebaran Covid-19 karena banjir di wilayah tersebut. Meskipun jumlah kasus positif Covid-19 dan persentase berdasarkan jumlah penduduk Jakarta Barat berada pada urutan ketiga di DKI Jakarta, Kecamatan Cengkareng juga memerlukan persiapan yang matang dalam menghadapi banjir 2021 karena masuk ke dalam urutan pertama kecamatan yang memiliki kasus positif Covid-19 di Jakarta Barat. Sementara itu, Kecamatan Makasar, Mampang Prapatan, dan Penjaringan masuk pada urutan ketiga sampai keempat terendah yang memiliki kasus positif Covid-19 di masing-masing kotanya. Meskipun secara statistik berada di urutan yang rendah pada jumlah kasus positif Covid-19, ketiga wilayah tersebut tetap harus diperhatikan saat terjadi banjir di tengah masa pandemi. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan terus berupaya menyiapkan langkah-langkah preventif, seperti pelaksanaan proses evakuasi dan juga penerapan protokol kesehatan secara ketat pada saat masyarakat berada di posko pengungsian. Hal ini telah menjadi perhatian pemerintah agar tidak tercipta klaster baru penyebaran Covid-19 karena banjir di DKI Jakarta. Referensi [1] National Geographic Indonesia, “Sejarah Banjir di Jakarta, Sudah Terjadi Sejak Zaman Tarumanegara,” 27 Februari 2019. [Online]. Available [2] G. S. Putri, “Jakarta Banjir Lagi, Berikut 6 Sejarah Banjir Terbesar di Ibu Kota,” 25 02 2020. [Online]. Available [3] Harsoyo, “Mengulas Penyebab Banjir di Wilayah DKI Jakarta,” Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, pp. 37 – 43, 2013. [4] M. Arnani dan I. Wedhaswary, “Penjelasan Lengkap Penyebab Banjir Jakarta,” 03 Januari 2020. [Online]. Available [5] M. Ridwan, “Prakiraan Musim Hujan Tahun 2020/2021 di Indonesia,” 08 September 2020. [Online]. Available [6] M. Ridwan, “Prakiraan Musim Hujan Tahun 2020/2021 di Indonesia,” 08 September 2020. [Online]. Available [7] Badan Penanggulangan Bencana Daerah, “Daerah Rawan Banjir Provinsi DKI Jakarta,” 06 Oktober 2020. [Online]. Available [8] Antara, “Curah Hujan Tinggi, Sudin SDA Catat 21 Titik Banjir Jakarta Selatan,” 5 Oktober 2020. [Online]. Available [9] Dinas Kesehatan, “Riwayat File Covid-19 DKI Jakarta,” 2020. [Online]. Available https//riwayat-file [10] E. A. Retaduari, “Jakarta Kembali Cetak Rekor Angka Kasus Baru Corona 359 Kasus Per Hari,” 11 Juli 2020. [Online]. Available [11] Badan Pusat Statistik, “Jumlah Penduduk Hasil SP2020 Provinsi DKI Jakarta sebesar juta jiwa,” 11 Januari 2021. [Online]. Available [12] I. Hamdi, “Jakarta Pusat Jadi Wilayah Tercepat Penularan Covid-19 di DKI,” 13 Agustus 2020. [Online]. Available [13] CNN Indonesia, “Kasus Aktif Corona di Jakpus Tinggi, Klaster Kantor Penyebab,” 14 Agustus 2020. [Online]. Available SumberBadan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, dan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Penulis Vicka Aghinasuci dan Ryan Dwi Saputra Editor Dwi Puspita Sari dan Gagar Asmara SofaFoto Banjir di Kampung Melayu. (Ibnu/detikcom). Jakarta - Banjir setinggi 65-100 cm merendam permukiman warga di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Banjir itu akibat meluapnya air di Sungai Ciliwung Jakarta adalah salah satu kota di Indonesia yang memiliki banyak sungai. Namun, tidak semua sungai di Jakarta memiliki aliran yang deras. Derasnya aliran sungai sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem sungai dan mencegah banjir di musim hujan. Lalu, sungai apa saja di Jakarta yang alirannya deras? Sungai Ciliwung Sungai Ciliwung adalah sungai yang paling terkenal di Jakarta dan memiliki aliran yang deras. Sungai ini memiliki panjang sekitar 119 km dan mengalir dari Bogor hingga ke Jakarta. Aliran deras sungai Ciliwung terkadang menjadi penyebab banjir di Jakarta, terutama di musim hujan. Namun, sungai ini juga memiliki peran penting sebagai sumber air dan tempat hidup bagi banyak spesies ikan dan hewan lainnya. Sungai Pesanggrahan Sungai Pesanggrahan adalah sungai yang mengalir di wilayah Jakarta Selatan. Sungai ini memiliki aliran yang cukup deras dan sering digunakan sebagai tempat wisata air. Selain itu, sungai Pesanggrahan juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem di Jakarta Selatan. Sungai Sunter Sungai Sunter adalah sungai yang mengalir di wilayah Jakarta Utara. Sungai ini memiliki aliran yang deras dan juga sering digunakan sebagai tempat wisata air. Namun, seperti sungai Ciliwung, sungai Sunter juga sering menjadi penyebab banjir di musim hujan. Sungai Krukut Sungai Krukut adalah sungai yang mengalir di wilayah Jakarta Barat. Sungai ini memiliki aliran yang deras dan menjadi sumber air bersih bagi masyarakat sekitar. Selain itu, sungai Krukut juga menjadi tempat hidup bagi banyak spesies ikan dan hewan air lainnya. Kesimpulan Terdapat beberapa sungai di Jakarta yang memiliki aliran yang deras, seperti sungai Ciliwung, sungai Pesanggrahan, sungai Sunter, dan sungai Krukut. Meskipun derasnya aliran sungai sering menjadi penyebab banjir di Jakarta, namun sungai-sungai ini juga memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan sebagai sumber air bersih bagi masyarakat sekitar. Pos terkaitBahasa Daerah Sunda Sampai Berjumpa LagiBeberapa Pengertian dan Fungsi Array yang Benar Terdapat PadaPeristiwa Tertariknya Partikel Koloid oleh Medan Listrik DisebutPada Tahun 1770 Inggris Mengakui Haknya atas Benua Australia MelaluiBerikut Bukan Faktor Pendorong Pembangunan Ekonomi AdalahMengapa Kita Harus Bernegosiasi dengan Santun?REPUBLIKACO.ID, JAKARTA -- Banjir hingga Senin (8/11) siang WIB, masih melanda kawasan Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan (Jaksel), dengan ketinggian air mencapai 20-40 sentimeter (cm) akibat luapan Sungai Ciliwung di belakang permukiman warga Jalan Bina Warga RT03, RW 07. Kawasan itu memang menjadi langganan banjir ketika Ciliwung meluap.
JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memprioritaskan penanganan enam lokasi rawan banjir di Sungai Ciliwung untuk mengatasi genangan yang kerap melanda Ibu Kota ketika curah hujan tinggi. "Enam lokasi prioritas penanganan yakni Kelurahan Cililitan dan Cawang di Kramat Jati, Kelurahan Rawajati dan Pengadegan di Pancoran, Kelurahan Kampung Melayu dan Bidara Cina di Jatinegara," kata Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin 8/5/2023. Heru menyatakan, prioritas penanganan dan lokasi titik rawan banjir di Sungai Ciliwung berdasarkan data dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane BBWSCC Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat PUPR yang kini sedang melakukan pembebasan lahan. Dia menambahkan, ada beberapa hal yang masih menjadi kendala dalam pembebasan lahan, yakni warga kehilangan surat tanah, sehingga diarahkan untuk membuat surat pengakuan hak SPH untuk kepemilikan tanah yang belum bersertifikat. Adapun warga yang terkena pembebasan tanah juga wajib melaporkan ke pihak kepolisian agar bisa segera diproses sesuai landasan hukum yang berlaku. "Ada lagi permasalahan luas di Pajak Bumi dan Bangunan PBB tetapi yang tercantum di lapangan lebih besar itu pun ada surat yang hilang," tambahnya. Untuk menangani hal itu, menurut Heru, pihaknya mendahulukan permasalahan yang lebih mudah terlebih dahulu dalam waktu dekat. Sementara itu, Kepala Dinas Sumber Daya Air SDA Yusmada Faizal memastikan pihaknya akan terus bekerjasama dan berkoordinasi dengan Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional BPN dan BBWSCC. "Persoalan-persoalan tersebut tadi sudah disampaikan dan ini sedang berproses untuk diselesaikan," ujar Yusmada saat mendampingi Heru. Yusmada menyebutkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan anggaran sekitar Rp470 miliaran untuk penanganan pembebasan lahan. "Kita minta kalau persyaratan administrasi sudah terpenuhi ya kita bayar. Anggaran kan sudah siap sampai akhir tahun," tutupnya. Seorang warga RW 07 Kelurahan Rawajati, Pancoran bernama Sari menyatakan sejumlah warga telah menerima bayaran ganti rugi yang terbilang di atas Nilai Jual Objek Pajak NJOP yakni sekitar Rp8 juta hingga Rp10 juta per meter. "Total 62 bidang tanah terdiri dari 43 bidang sudah bersertifikat, satu tanah wakaf dan 18 non sertifikat," ujar Sari. Dia merinci, ada 42 rumah yang sudah bersertifikat dan sudah dibayar ganti ruginya. Kemudian, satu rumah bersertifikat dan 18 rumah belum bersertifikat yang sedang diperjuangkan mengenai ganti rugi pembebasan lahan. sumber Antara
Sepertiyang diberitakan sebelumnya, hujan mengguyur kawasan Jakarta menyebabkan tinggi permukaan air Sungai Ciliwung di Pintu Air Manggarai meningkat di level 895 cm dengan status siaga dua banjir. Hingga pukul 05.00 WIB ketinggian bertambah menjadi 915 cm dengan status siaga dua. Tagar #banjir saat ini juga menjadi trending topic di Twitter.
Jakarta Penyebab banjir di Jakarta sudah menjadi rahasia umum di masyarakat. Banjir di Jakarta menjadi fenomena tahunan yang terus berulang tanpa pernah tuntas untuk menyelesaikan penyebab banjir di Jakarta. Penyebab banjir di Jakarta mengakibatkan dampak besar bagi masyarakat, terutama menghambat aktivitas. Tak hanya menghambat aktivitas, banjir juga tentunya berimbas pada sektor perekonomian masyarakat Ibu Kota. Terlebih lagi, banyak moda transportasi umum yang terkendala untuk beroperasi. Mengetahui penyebab banjir di Jakarta sangat penting, supaya dapat membantu mencegahnya. Dengan adanya 13 aliran air sungai yang melintasi Kota Jakarta menjadikan kota itu memiliki dataran banjir yang banyak tersebar di wilayah itu. Oleh sebab itu, potensi terjadinya banjir setiap tahun memang sangat tinggi. Berikut ini ulas mengenai penyebab banjir di Jakarta dan penanggulangannya yang telah dirangkum adri berbagai sumber, Kamis 8/9/2022.Memasuki musim penghujan banjir menerjang sejumlah daerah di berbagai wilayah Indonesia. Namun entah kenapa banjir Jakarta yang selalu menyita perhatian publik. Bahkan tak jarang malah jadi senjata pencitraan dan perdebatan politik. Simak Kopi kendaraan melintas saat hujan deras megguyur kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis 21/10/2021. Memasuki musim hujan, warga Jakarta diharapkan mewaspadai terjadinya banjir dan dampak kemacetan yang akan makin parah karena genangan air di badan jalan. Fanani1. Curah Hujan yang Tinggi Penyebab banjir di Jakarta yang pertama adalah curah hujan yang tinggi. Ibukota Jakarta telah dilanda hujan tinggi sejak tahun 2013 dan terus meningkat setiap tahunnya. Menurut Peneliti Sains Atmosfer dengan Bidang Kepakaran Klimatologi dan Perubahan Iklim di Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional LAPAN Erma Yulihastin mengungkapkan bahwa pada tahun 2020 lalu, telah dibuktikan secara statistik memiliki keterkaitan dengan hujan ekstrem yang selama ini memicu banjir-banjir besar di DKI Jakarta, seperti banjir Jakarta tahun 2002, 2004, 2007, 2008, 2013, dan 2014. 2. Minimnya Kawasan Resapan Air Penyebab banjir di Jakarta yang berikutnya yaitu minimnya kawasan resapan air. Kurangnya Ruang Tebuka Hijau atau RTH membuat kawasan resapan air berkurang sehingga menyebabkan banjir. Tak hanya itu, pembangunan gedung dan hotel-hotel di wilayah Jakarta menyebabkan penggunaan air tanah secara berlebihan. Berdasarkan informasi yang berhasil didapatkan Jakarta mengalami penurunan muka tanah sebanyak 5-12 cm per tahun. Kondisi ini membuat potensi banjir semakin besar. 3. Membuang Sampah Sembarangan Penyebab banjir di Jakarta yang berikutnya adalah kebiasaan warga yang membuang sampah sembarangan. Penyebab banjir ini perlu adanya kesadaran warga Indonesia bukan hanya di Jakarta tetapi semuanya. Apabila kebiasaan ini tidak dirubah, maka banjir akan banjir akan terus menyambangi Jakarta dan sekitarnya. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebut ada sekitar ton sampah yang dibuang di Sungai Ciliwung setiap harinya. Dari ton ini, hanya 75 persen sampah yang bisa diangkut. Bahkan, 180 ton sisanya mengendap dan mencemari Banjir di JakartaPekerja dari Dinas Sumber Daya Air SDA Provinsi DKI Jakarta menggunakan kendaraan alat berat saat menyelesaikan proyek normalisasi Kali Ciliwung di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Senin 22/8/2022. Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas SDA memastikan program normalisasi Kali Ciliwung terus berjalan dengan prioritas di lokasi aliran utama sungai dan tujuh kelurahan yang merupakan titik rawan banjir. S. Nugroho4. Penurunan Permukaan Tanah Penyebab banjir di Jakarta yang berikutnya adalah penurunan permukaan tanah. Menurut Takagi et al. 2015, penurinan permukaan tanah di Jakarta dapat mencapai rata-rata 12 cm/tahun, dan terjadi dengan lebih ekstrem di bagian pesisir utara Jakarta dengan laju penurunan hingga 25cm/tahun. Hal ini terjadi karena bebab bangunan di permukaan dan ekstraksi air tanah yang berlebih. Bahkan saat ini masih ada 35 persen, masyarakat Jakarta menggunakan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari. Akibatnya, tinggi muka air tanah di Jakarta semakin dangkal dan kapasitas simpan air menjadi lebih rendah. 5. Kendala Normalisasi Kali Ciliwung Selain curah hujan yang tinggi, salah satu penyebab banjir Jakarta yang karena normalisasi kali ciliwung yang belum tuntas. Dari total panjang kali 33 kilometer baru sekitar 16 kilometer yang dilakukan normalisasi. Rupanya kendala dari proses normalisasi ini diakibatkan oleh faktor sempitnya lahan. Pasalnya banyak rumah warga yang berada tepat di palung sungai. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab banjir di Jakarta yang masih terus Banjir di JakartaWarga menikmati suasana di Tebet Eco Park, Tebet, Jakarta Selatan, Senin 15/8/2022. Pemprov DKI Jakarta membuka kembali Tebet Eco Park setelah ditutup sementara sejak Juni 2022 untuk perbaikan dan perawatan fasilitas taman. ZakhariaMengutip dari laman resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi DKI Jakarta, berikut ini terdapat beberapa penanggulangan pemerintah Jakarta terhadap banjir yang kerap terjadi setiap tahunnya, yaitu 1. Pengerukan lumpur Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi, seperti program Gerebek Lumpur dengan mengintensifkan pengerukan pada selokan, kali, situ, waduk, lalu membuat olakan-olakan, memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa. 2. Penyediaan pompa stasioner Pemprov DKI Jakarta menyiagakan pompa sepanjang tahun di 178 lokasi rumah pompa. Terdapat 457 pompa stasioner di dekat sungai, waduk, maupun pintu air. Lalu, terdapat 282 unit pompa mobile atau portabel yang tersebar di lima Kota Administrasi. Pemprov DKI Jakarta juga mendatangkan tambahan pompa mobile sebanyak 40 unit. 3. Penambahan ruang terbuka hijau Pemprov DKI Jakarta juga menambahkan ruang terbuka hijau yang turut menjadi kawasan serapan air hujan, yang mana tahun ini ditargetkan ada 12 taman baru untuk melengkapi 57 Taman Maju Bersama TMB yang sudah ada. Selain itu, ada pula Taman Grande, yakni merevitalisasi taman-taman yang sudah ada sehingga naik kelas, contohnya Taman Tebet yang saat ini sedang proses dikerjakan. Lalu, salah satu RTH lainnya adalah Hutan Mangrove di Jakarta Utara. 4. Membuat drainase vertikal Sebagai langkah antisipasi kurangnya daerah resapan air hujan dan penurunan muka tanah land subsidence, Pemprov DKI Jakarta secara masif membuat drainase vertikal untuk membantu penyerapan air ke tanah dan menampung cadangan air bersih. Sebagai informasi, drainase vertikal yang telah dibangun oleh Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta di tahun 2021 hingga bulan September sebanyak titik, tersebar di 5 kota administrasi. Selain itu, Organisasi Perangkat Daerah OPD lainnya di lingkungan Pemprov DKI Jakarta, masyarakat umum, dan komunitas turut membangun drainase vertikal, sehingga total sudah terbangun titik drainase vertikal di Jakarta.* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.Tidakhanya itu, Sungai Ciliwung pun kerap disebut sebagai biang banjir lantaran luapannya kerap menggenangi sejumlah titik di Ibu Kota. Seorang wisatawan sedang berdiri di salah satu titik di tepian Sungai Ciliwung yang memiliki pesona indah, meski di beberapa area terlihat banyak tumpukan sampah plastik, Kota Bogor, Senin (24/5/2021). (kompas Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menurut Asdak 1995, Daerah Aliran Sungai DAS merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut akan dialirkan melalui sungai-sungai kecil menuju aliran sungai utama. Berdasarkan PP No. 37 tentang pengelolaan DAS, Daerah Aliran Sungai juga meliputi wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai utama dan sungai-sungai kecil yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air hujan menuju danau atau DAS memiliki karakteristik topografi, hidrologi, dan iklim yang beraneka ragam. Berbagai karakteristik tanah dan aktivitasnya juga berkaitan dengan erosi pada DAS. Oleh karena itu salah satu elemen yang berperan penting dalam pengelolaan DAS adalah kelakuan tanah dan dinamika airnya. Karena karakteristiknya yang beragam, perlu dilakukan pengelolaan DAS yang tepat sehingga berbagai kerusakan seperti erosi di daerah aliran sungai dapat dihindarkan. Ciliwung merupakan sungai yang terletak mengalir di wilayah DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Bekasi, dan sekitarnya. Ciliwung tercatat memiliki panjang aliran utamanya mencapai 120 kilometer, sementara daerah tangkapan airnya aliran sungai seluas 387 km persegi. Daerah Aliran Sungai DAS Ciliwung memiliki nilai sangat strategis karena melintasi dua provinsi yaitu Jawa Barat dan DKI Jakarta, namun karena pesatnya kegiatan pembangunan di kedua provinsi tersebut, menyebabkan perubahan dan pengelolaan penggunaan lahan yang tidak tepat. DAS Ciliwung kini menjadi sorotan banyak pihak dan sering dikaitkan dengan terjadinya banjir di Jakarta, bahkan tingkat kerugian dari banjir tersebut cenderung meningkat setiap tahunnya. Banjir terjadi karena perubahan dan pengelolaan penggunaan lahan yang tidak tepat ditambah dengan curah hujan tinggi yang tidak mampu diserap oleh tanah karena sistem drainase yang buruk sehingga tidak mampu menampung kelebihan limpasan air. Cakupan ilmu tanah yang luas, bahkan berkaitan dengan erosi dan konsekuensi sedimentasinya maupun dengan dinamika air, membuatnya berperan penting dalam menunjang pengelolaan DAS, sehingga mungkin dapat dikatakan bahwa ilmu tanah harus menjadi salah satu pemeran utama dalam mengelola DAS khususnya DAS Ciliwung yang sedang kami bahas kali ini pembangunan di Daerah Aliran Sungai DAS Ciliwung membuat lahan pertanian di sekitar aliran sungai semakin berkurang. Hal ini diakibatkan oleh pembangunan lahan-lahan pertanian menjadi pemukiman warga. Tentu saja pembangunan tersebut akan berakibat pada berkurangnya resapan air. Apabila daerah resapan berkurang, maka bencana banjir akan mengancam daerah sekitar Sungai Ciliwung. Selain itu, alih fungsi lahan pertanian juga akan menurunkan luas lahan garapan juga menyebabkan gangguan keseimbangan hidrologi DAS yang ditandai dengan perbedaan debit air sungai yang sangat tinggi antara musim penghujan dan musim debit air sungai pada musim penghujan dan penurunan debit air sungai pada musim kemarau berpengaruh terhadap ketersediaan air irigasi yang selanjutnya berpengaruh terhadap luas lahan dan produktivitas usahatani yang menggunakan sistem irigasi. Peranan DAS sebagai sumber air dapat dilihat dari dua sudut pandangan, yaitu menyediakan air dengan panen air water harvesting dan dengan menjamin penghasilan air water yield. Jumlah air yang dapat dipanen tergantung pada jumlah aliran permukaan runoff yang dapat ditampung. Jumlah air yang dapat dihasilkan tergantung pada debit air tanah. Untuk meningkatkan peranan air infiltrasi dan perkolasi harus dicegah, sedang untuk meningkatkan penghasilan air kedua proses ini justru harus dilancarkan. Penghasilan air menjadi asa pengembangan sumber air di kawasan beriklim basah, karena panenan air membawa risiko besar peningkatan erosi dan memerlukan cekungan tambat yang terlalu luas sehingga tidak praktis dan memboroskan sumber air dengan pemanenan air dikhususkan untuk kawasan beriklim setengah kering atau kering. Di sini risiko erosi kecil atau terbatas dan juga karena jumlah air terbatas maka kalau diresapkan ke dalam tanah akan terbuang percuma karena tidak akan dapat mencapai tempat simpanan air tanah yang biasanya terletak dalam sekali. Sumber Persoalan DAS Ciliwung bukan hanya berfokus pada pengendalian air melainkan harus ada penopang agar curah air di sungai tersebut tidak meluap. Setidaknya, penanaman pohon di kawasan sungai tersebut diperbanyak untuk memperkuat daya serap aliran air. Selain itu pemerintah setempat tengah merencanakan pembangunan sumur resapan dan sumur injeksi untuk mengurangi risiko banjir di kawasan tersebut. 1 2 Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
. 4031247581223850107
banjir terjadi di daerah jakarta yang dialiri sungai ciliwung